Skip to main content

Menggilir Pantai Malang Selatan (Part 2)

Menikmati keindahan pantai-pantai di area Batu Bengkung tidak lantas membuat saya puas. Setelah membereskan tenda, saya dan suami bergegas menuju pantai selanjutnya yaitu pantai Bajul Mati. Tetapi ketika akan menuju parkiran, suami saya kesulitan menemukan kunci sepeda motor. Sudah dicari di segala tempat, tetap saja gak ketemu. Untungnya kami bawa kunci cadangan untuk jaga-jaga. Sampai di parkiran, saya mencoba bertanya kepada petugas yang jaga dan ternyata, kunci motor kami memang tertinggal di motor. Petugas parkir yang menemukan dan menyimpannya sampai yang punya motor nyari. Aaa baik sekali. Ternyata meskipun tidak meminta biaya tambahan, para petugas parkirnya sangat mengutamakan keamanan sepeda motor pengunjung. Proud of you, sir.
Setelah keluar dari area Batu Bengkung, kami belok kanan dan kembali mengikuti petunjuk di papan-papan jalan. Sepanjang perjalanan, kami disuguhi pemandangan yang indah dan hijau. Kurang dari 30 menit, kami sampai di Bajul Mati. Harga karcisnya sama dengan Batu Bengkung Rp. 10.000/orang plus parkir Rp. 10.000.
Pantai Bajul Mati
Pantai bajul mati memiliki garis pantai paling luas dibanding pantai-pantai lain yang saya kunjungi. Dengan ombak yang tidak terlalu ganas, apalagi pas saya disana, suasananya mendung, jadi pas sekali untuk berjalan-jalan berdua dengan suami sambil gandengan tangan *uhukehem. Setelah puas berjalan-jalan dan berfoto, kami melanjutkan perjalanan ke pantai Goa Cina.
Pantai goa Cina
Tiket masuk pantai Goa Cina sama persis dengan dua pantai sebelumnya yaitu Rp. 30.000 untuk dua orang+parkir. Pantai ini memiliki 2 karakter. Di sebelah timur goa, bibir pantainya dipenuhi batu dan karang seperti di Batu Bengkung, sedangkan di sebelah barat goa, pantainya berpasir.
Saya dan suami memilih berjalan di pinggir pantai sambil makan ice cream daripada masuk ke goa nya. Untuk masuk ke goa, dikenai biaya lagi Rp. 5.000/orang.
Selesai di Goa Cina, kami melanjutkan lagi perjalanan ke destinasi terakhir sebelum pulang, yaitu pantai Sendang Biru. Saya cukup takjub karena sepanjang jalan menuju pantai Sendang biru, ternyata pemukiman yang cukup padat, berbeda dengan pantai-pantai sebelumnya yang hanya dikelilingi hutan atau bukit. Dan ternyata (lagi) pantai Sendang Biru jauh berbeda dengan ekspektasi saya.
Pantai ini lebih menyerupai pelabuhan daripada pantai pada umumnya. Banyak perahu berjejer rapi. Belakangan saya ketahui bahwa pantai Sendang Biru merupakan pintu masuk ke pulau Sempu, yang saat ini susah sekali dimasuki karena sudah menjadi cagar alam. Tiket masuk pantai Sendang Biru masih sama dengn pantai sebelumnya yaitu Rp. 20.000/ dua orang. Namun bedanya, disini parkirnya tidak ditarik saat di loket, melainkan di dalam area parkirnya sebesar Rp. 5.000. Kebetulan kami sampai di Sendang Biru hampir tengah hari, pas perut kami keroncongan karena sarapan kami sudah dicerna dengan baik oleh perut. Kami memutuskan untuk makan ikan bakar. Banyak sekali pilihan ikan di warung-warung yang berjajar sepanjang jalan. Mungkin karena pantai ini dekat dengan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) jadi harga ikan bakarnya pun terbilang cukup murah untuk kawasan wisata. Hal pertama yang harus dilakukan adalah bertanya harga. Karena beda ikan, beda pula harganya. Jangan malu bertanya harga, agar tidak shock ketika membayar nantinya. Setelah memilih-milih, kami akhirnya menjatuhkan pilihan pada seekor ikan kerapu karang yang cukup besar, kira-kira porsi 3-4 orang.
Harganya Rp. 90.000 termasuk nasi porsi 2 orang, lalapan melimpah ruah dan sambal. Murah sekaleeee. Daging kerapunya sangat tebal dan tidak kunjung habis. Sampai-sampai saya dan suami "mabok" kerapu. Saya yang awalnya agak kecewa karena pantainya berbeda dengan ekspektasi serta suhu yang luar biasa jauh lebih panas dari pantai lainnya, langsung bahagia begitu melihat sajian makan siang lezat dan lengkap yang kami dapat dengan harga murah. Dengan perut kenyang dan hati senang, kami pulang ke Batu pukul 11.30.
Sungguh perjalanan yang luar biasa yang sama sekali belum pernah saya bayangkan sebelumnya, menjelajahi 8 pantai keren Malang Selatan.
Setelah ini, kita kemana mas suami?

Comments

Popular posts from this blog

[Resensi] Jemima J (Jane Green) : Langsing bukan segala-galanya.

Setiap wanita itu cantik, terlepas dari ukuran baju, berat badan, tinggi badan, warna kulit dan sebagainya. Hanya saja terkadang lingkungan yang memasang kriteria khusus untuk dipanggil cantik, seperti harus langsing, mulus, rambut panjang dan lurus. Sehingga banyak wanita berlomba untuk menjadi langsing demi bisa masuk ke dalam kotak yang dilabeli "CANTIK" oleh sekitarnya. Maka akan ada wanita-wanita yang menjadi minder, tidak percaya diri karena tubuh mereka lebih berisi. Salah satunya adalah JJ alias Jemima Jones, yang ada dalam novel chicklit karangan Jane Green. Jemima Jones adalah wanita berumur 27 tahun yang bekerja sebagai jurnalis di Kilburn Herald, salah satu koran lokal di Inggris. Jemima Jones atau yang selanjutnya akan kita panggil JJ memiliki berat badan sekitar 120 kg. Hal ini yang membuatnya hampir setiap hari selalu bertekad untuk diet namun selalu kalah oleh sebatang cokelat atau sebungkus sandwich bacon favoritnya. JJ selalu berkhayal memiliki ba...

[Resensi] Jendela-Jendela (Fira Basuki): Aku, Kamu dan Jendela

Menjalani kehidupan rumah tangga memang tidak selalu mudah dan indah seperti di dongeng-dongeng. Ada kalanya kita merasa sangat bahagia, ada pula saat dimana kita merasa lelah dan tidak berdaya menghadapi persoalan hidup yang tak kunjung usai. Namun kita harus terus berusaha, berdoa kepada Tuhan agar semua masalah dapt terselesaikan dengan baik. Mungkin hal ini yang ingin diungkapkan Fira Basuki dalam bukunya yang berjudul "Jendela-Jendela". Buku yang pertama kali diterbitkan tahun 2001 ini memiliki 154 halaman. Ini juga adalah buku pertama yang akan saya resensi. Deg-deg an sih. Karena basically saya bukan orang sastra ataupun paham tentang hal-hal seperti ini. Namun saya ingin memberikan resensi dari sudut pandang saya sebagai orang awam yang (berusaha) suka dan rajin membaca. Biar agak pinter dikit hihi. Oke let's start. June Larasati Subagio adalah wanita Indonesia yang menikah dengan lelaki Tibet bernama Jigme Tshering di tahun 1997 . Jigme adalah lelaki ya...

Jealous

Katanya cemburu itu tanda cinta, tanda sayang tapi kadang cemburu juga bisa bikin orang yang kita cintai merasa tertekan, terkekang dan tidak nyaman. Dulu saya adalah wanita pencemburu, sangat pencemburu, sampai sekarang sih sebenarnya tapi sekarang saya sudah mulai bisa mengontrolnya dengan baik. Sebelum menikah dengan suami, kami menjalani hubungan jarak jauh yang membuat kami jarang sekali bertemu. Paling cepat mungkin sebulan sekali. Hal ini memaksa saya untuk belajar mengontrol cemburu. Saya sering sekali overthinking. Entahlah wanita lain mengalami juga atau tidak tapi rasanya sangat tidak nyaman, tidak tenang dan khawatir saat tahu suami berinteraksi dengan wanita lain. Padahal kan itu wajar. Walaupun berpacaran atau sudah menikah kan kita tidak lantas memutus hubungan dengan semua lawan jenis. Semua hal ini saya pendam sendiri yang akhirnya membuat saya galau, sedih, muring-muring ndak jelas, selalu marah-marah hingga membuat orang disekitar juga ikutan emosi. Lalu ...