Skip to main content

[Resensi] Jendela-Jendela (Fira Basuki): Aku, Kamu dan Jendela

Menjalani kehidupan rumah tangga memang tidak selalu mudah dan indah seperti di dongeng-dongeng. Ada kalanya kita merasa sangat bahagia, ada pula saat dimana kita merasa lelah dan tidak berdaya menghadapi persoalan hidup yang tak kunjung usai. Namun kita harus terus berusaha, berdoa kepada Tuhan agar semua masalah dapt terselesaikan dengan baik. Mungkin hal ini yang ingin diungkapkan Fira Basuki dalam bukunya yang berjudul "Jendela-Jendela". Buku yang pertama kali diterbitkan tahun 2001 ini memiliki 154 halaman. Ini juga adalah buku pertama yang akan saya resensi. Deg-deg an sih. Karena basically saya bukan orang sastra ataupun paham tentang hal-hal seperti ini. Namun saya ingin memberikan resensi dari sudut pandang saya sebagai orang awam yang (berusaha) suka dan rajin membaca. Biar agak pinter dikit hihi. Oke let's start.
June Larasati Subagio adalah wanita Indonesia yang menikah dengan lelaki Tibet bernama Jigme Tshering di tahun 1997. Jigme adalah lelaki yang sederhana, sabar, pekerja keras dan sangat mencintai June, hingga dia rela mengikuti keyakinan June dengan menjadi mualaf. Setelah menikah, mereka tinggal di sebuah rumah susun di Singapura. Hubungan yang penuh cinta mereka jalani setiap hari. Jigme bekerja sebagai produser di sebuah Production House kecil dan June tinggal d rumah menjadi ibu rumah tangga yang baik, memasak, mencuci baju dan "bertengger" di jendela adalah kebiasan yang dilakukannya hampir setiap hari. June dan Jigme mempunyai seorang sahabat bernama Dean Sahi, lelaki keturunan India, yang seorang manajer bioskop. Dean dan Jigme sudah bersahabat sejak mereka sangat kecil yaitu ketika mereka berumur dua tahun. Bahkan kedua orang tua mereka juga bersahabat. Dean adalah lelaki yang ceria dan stylist. Mereka sering hangout bertiga. Bisa dibilang, gaji Jigme tidak bisa mencukupi biaya hidup mereka. June sering pergi ke Pawn shop atau tempat gadai untung menggadaikan perhiasan yang dia miliki termasuk perhiasan hadiah pernikahan dari mertuanya tanpa sepengetahuan Jigme. Namun tetap saja akhirnya Jigme merasa curiga, bagaimana bisa, dengan gajinya yang kecil, mereka bisa sering makan diluar atau membeli makanan dari restoran mahal. Akhirnya June mengakui semuanya. Namun pada dasarnya Jigme adalah lelaki yang sabar, dia tidak marah sama sekali. Bahkan dia menyalahkan dirinya sendiri. Hal ini malah membuat June merasa tidak enak dan kepikiran. 
Di awal tahun 1998, akhirnya June dan Jigme pindah ke apartemen yang lebih baik dan layak. Setelah rumah baru, kini giliran June mendapatkan pekerjaan baru. Dia bekerja di radio International Voice. June mulai menikmati pekerjaan barunya sampai kemudian dia dinyatakan hamil oleh dokter. June menangis, bukan menangis bahagia melainkan menangis sedih karena merasa belum siap memiliki bayi karena kondisi finansial mereka yang nelum mapan. Namun, baru saja menerima berita kehamilannya, June harus menangis lagi karena kehilangan calon buah hatinya. Dia keguguran saat kandungannya berusia lima minggu. Sejak saat itu hubungan June dan Jigme menjadi renggang. Mereka jarang sekali melakukan hubungan suami istri. June takut hamil, keguguran (lagi) dan mengecewakan Jigme lagi. Disaat seperti itu sosok Dean mulai masuk dalam kehidupan asmara mereka. Dean yang romantis, sering mengirimi June kata-kata indah melalui e-mail, mencumbu June dengan mesra (eyuck) membuat June mabuk kepayang dan akhirnya mereka melakukan sesuatu yang terlarang. Setelah itu, June merasa jatuh hati pada Dean, namun Dean dengan tegas mengatakan bahwa hubungan mereka hanya sebatas have fun saja. Mengetahui June yang menaruh hati padanya, Dean mulai menjaga jarak. June uring-uringan ketika Dean menolaknya. Dia mulai berusaha mendekati Dean lagi namun tidak membuahkan hasil. Hubungannya dengan Jigme pun semakin mendingin. Juni makin tersiksa karena perasaan bersalah terhadap Jigme. Akhirnya June mengakui kalau dia melakukan affair dengan pria lain. Dan Jigme langsung bisa menebak siapa pria tersebut. Jigme marah, namun dia menahannya. Dia menerima permintaan maaf June dan menyalahkan dirinya sendiri karena jarang dirumah, dan tidak ada saat June membutuhkan.
Setelah itu, June sering bermimpi buruk dan saat bangun tidur, dia menemukan ada benjolan sebesar telur puyuh di lehernya yang membuat leher dan kepalanya mendadak sakit. Semua orang di sekitarnya menyebut bahwa June Terken guna-guna. Akhirnya dia pulang ke Jakarta untuk "berobat". Dia disembuhkan oleh seorang dukun penyembuhan alternatif yang kemudian Memberiny kantong putih yang berisi jimat penangkal santet atau guna-guna, sambil mengingatkan June untuk terus berubadah kepada Allah S.W.T. Akhir 1998, June menerima e-mail kaleng dari Mr.  X, yanng membuat dia dan Jigme kebingungan karena tidak bisa menebak siapa pengirimnya. Sebelum tahun baru, mereka berdua memutuskan untuk pindah rumah. Mereka menemukan apartemen yang cukup mewah dengan kolam renang dan taman bunga di dalamnya.
Oke, demikian kira-kira isi dari novel "Jendela-Jendela" dari Fira Basuki. Ada beberapa hal yang saya sukai dari novel ini. Bahasanya sederhana dan mudah dipahami, mengambil latar belakang kehidupan sehari-hari sehingga membuat pembaca mudah membayangkannya. Di dalamnya juga bahkan ada resep masakan ala June yang bisa dicontek suatu saat nanti (kalau saya lagi mood masak). Dari novel ini saya juga bisa tahu bawa Singapura tuh gak bersih-bersih amat. Karena ketika saya kesana beberapa tahun yang lalu, dari luar, terlihat sangat bersih, rapi dan tentram. Ternyata didalamnya, sama saja. Namun ada juga beberapa hal yang saya kurang sreg. Karena mengambil latar belakang kehidupan sehari-hari, ceritanya jadi kurang greget, terlalu biasa, tidak ada kejutan yang bisa membuat saya terbelalak atau kaget. Dengan memberikan judul "Jendela-Jendela" saya pikir, bu Fira Basuki ini akan memberikan kita beberapa sudut pandang atau cerita yang berasal dari pemandangan yang terlihat dari jendela yang berhubungan dengan kehidupan JJ. Namun ternyata jendela hanya digunakan sebagai tempat June malamun atau sebagai bahan pertimbangan June dan Jigme saat memilih apartemen, yang muncul hanya beberapa kali dalam novel ini dan tidak dijadikan bahasan pokok. Tentang Dean, saya merasa kecele saat pertama kali membaca. Saya pikir Dean adalan seorang wanita karena memanggil June dan Jigme dengan sebutan JJ, saya rasa panggilan itu manja dan manis sekali, tidak mungkin berasal dari seorang lelaki. Saat pertemuan Dean dan JJ, diceritakan bahwa Dean mencium pipi June, hal ini juga yang membuat saya menyangka Dean adalah seorang wanita. Karena di awal disebutkan bahwa JJ beragama islam, yang artinya cipika cipiki dengan lawan jenis yang bukan mahromnya adalah haram (apalagi didepan suaminya). Jadi saya rasa, perasaan saya lho ya, bu Fira kurang berhasil menggambarkan sosok Dean sebagai laki-laki hihi. Saya sempat bingung tentang tokoh-tokoh lelaki yang ada di dalam hidup June. Sebentar ada Jigme lalu Dean, lalu ada Aji, kemudian ada Didit, Dani dan terakhir Mr. X. Nah, yg terakhir itu yang membuat saya paling bingung. Who's Mr. X?. Mungkin Bu Fira ingin membuat ending "ngambang" di novel ini seperti cerita-cerita dari luar negeri yang sering ngambang di ending. Tapi menurut saya ini ngambang yang gagal. Ini saya yang gak nggeh atau memang endingnya gak jelas. I can't get the point gitu lho. Mungkin seharusnya setelah ini dibuat novel lanjutannya, jadi pembaca gak bingung sendiri. Maap ya bu Fira, saya cuma komen bu hihi.
Terlepas dari semua tetek bengek yang saya tulis di atas, novel ini memberi kita pelajaran bahwa hidup itu gak mudah, sama sekali. Pasti ada saja ujiannya. Pasti ada saja halangannya. Dimana ada bahagia, disitu kesedihan mengintai. Ketika kita putus asa, pasti bahagia selanjutnya. So, we have to fight, never give up. Memang tidak selalu hasil yang kita dapat sesuai dengan yang kita harapkan, tapi setidaknya kita berusaha. Selalu bersyukur dengan apa yang kita dapat dan kita punya, karena itulah yang terbaik yang Allah berikan.

Comments

Popular posts from this blog

[Resensi] Jemima J (Jane Green) : Langsing bukan segala-galanya.

Setiap wanita itu cantik, terlepas dari ukuran baju, berat badan, tinggi badan, warna kulit dan sebagainya. Hanya saja terkadang lingkungan yang memasang kriteria khusus untuk dipanggil cantik, seperti harus langsing, mulus, rambut panjang dan lurus. Sehingga banyak wanita berlomba untuk menjadi langsing demi bisa masuk ke dalam kotak yang dilabeli "CANTIK" oleh sekitarnya. Maka akan ada wanita-wanita yang menjadi minder, tidak percaya diri karena tubuh mereka lebih berisi. Salah satunya adalah JJ alias Jemima Jones, yang ada dalam novel chicklit karangan Jane Green. Jemima Jones adalah wanita berumur 27 tahun yang bekerja sebagai jurnalis di Kilburn Herald, salah satu koran lokal di Inggris. Jemima Jones atau yang selanjutnya akan kita panggil JJ memiliki berat badan sekitar 120 kg. Hal ini yang membuatnya hampir setiap hari selalu bertekad untuk diet namun selalu kalah oleh sebatang cokelat atau sebungkus sandwich bacon favoritnya. JJ selalu berkhayal memiliki ba...

Jealous

Katanya cemburu itu tanda cinta, tanda sayang tapi kadang cemburu juga bisa bikin orang yang kita cintai merasa tertekan, terkekang dan tidak nyaman. Dulu saya adalah wanita pencemburu, sangat pencemburu, sampai sekarang sih sebenarnya tapi sekarang saya sudah mulai bisa mengontrolnya dengan baik. Sebelum menikah dengan suami, kami menjalani hubungan jarak jauh yang membuat kami jarang sekali bertemu. Paling cepat mungkin sebulan sekali. Hal ini memaksa saya untuk belajar mengontrol cemburu. Saya sering sekali overthinking. Entahlah wanita lain mengalami juga atau tidak tapi rasanya sangat tidak nyaman, tidak tenang dan khawatir saat tahu suami berinteraksi dengan wanita lain. Padahal kan itu wajar. Walaupun berpacaran atau sudah menikah kan kita tidak lantas memutus hubungan dengan semua lawan jenis. Semua hal ini saya pendam sendiri yang akhirnya membuat saya galau, sedih, muring-muring ndak jelas, selalu marah-marah hingga membuat orang disekitar juga ikutan emosi. Lalu ...