Yang kita ketahui dari merdekanya negara Indonesia adalah sekutu memporak-porandakan Jepang dengan menjatuhlan bom di kota Hiroshima dan Nagasaki sehingga semua tentara Jepang yang menjajah Indonesia dapat dipukul mundur dan rakyat Indonesia dapat memproklamasikan kemerdekaannya. Namun banyak cerita yang tidak kita ketahui. Karena memang sebagian besar dari kita belum lahir pada masa tersebut. Novel karya Lan Fang, yang diterbitkan tahun 2006, akan saya resensi kali ini, mengupas sedikit cerita kemerdekaan Indonesia dari sisi yang berbeda. Dari sisi yang belum pernah saya bayangkan sebelumnya.
Novel yang terdiri dari 288 halaman ini, menceritakan tentang seorang Geisha bernama Matsumi yang dikirim dari Jepang ke indonesia untuk menemani seorang kapten Jepang yang sangat mengaguminya. Sesampainya di Surabaya, Matsumi harus menggunakan nama samaran dan berpura-pura sebagai orang China agar dapat berbaur. Karena pada masa itu, orang pribumi sangat membenci segala sesuatu yang berhubungan dengan Jepang. Nama Matsumi berganti dengan Tjoa Kim Hwa. Di Surabaya, Matsumi tinggal di daerah Kembang Jepun (China-town-nya Surabaya) yang merupakan centra hiburan malam kala itu. Dia bertugas "melayani" para tamu-tamu kehormatan. Matsumi terkenal sebagai perempuan yang tercantik disana. Banyak lelaki yang menginginkannya, namun harus mundur perlahan karena tarif untuk "ditemani" Matsumi sangat mahal. Adalah Sujono, lelaki pribumi yang juga menaruh hati pada Matsumi. Dia bekerja sebagai kuli angkut di salah satu toko kain milik orang China. Dari pertemuan tak sengaja saat Sujono mengantar kain pesanan ke kelab tempat Matsumi bekerja, dia suka curi-curi pandang saat Matsumi melayani tamunya. Hingga suatu saat, dia nekat mencuri uang dari juragannya dan pergi ke kelab untuk dilayani Matsumi. Beberapa waktu, Matsumi jatuh cinta pada Sujono karena selalu mendapat perhatian istimewa. Sujono memperlakukannya sebagai wanita yang layak dicintai, tidak seperti tamu-tamunya yang datang hanya untuk kepuasan saja tanpa memikirkan perasaannya. Akhirnya Matsumi hamil anak Sujono, dan dia berhenti bekerja di kelab malam. Dia membeli rumah dari uang tabungannya dan tinggal bersama Sujono. Padahal dia sudah tau bahwa Sujono sudah punya istri dan anak, Sulis dan Joko. Matsumi menerima dengan ikhlas walaupun dia harus menjadi yang kedua. Setiap hari dia melayani Sujono dengan sepenuh hati. Walaupun Sujono tidak bekerja, dia tidak masalah. Karena dia masih memiliki simpanan uang yang cukup banyak. Sujono sangat bahagia memiliki istri yang cantik seperti Mayumi, rumah yang selalu bersih dan nyaman, hidngan yang enak dan hangat. Berbeda dengan Sulis. Sulis setiap hari hanya mengomel, Menuntu Sujono untuk memberi uang yang lebih. Tidak ada makanan enak dan hangat. Mereka hanya tinggal di kamar-kamar petak yang sempit dan kumuh. Sujono juga tidak mengakui Joko sebagai darah dagingnya. Dia merasa dijebak untuk menikahi Sulis yang saat itu hamil, entah itu benih dia atau orang lain. Karena yang dia tahu, Sulis adalah penjual jamu gendong yang genit dan nemplok pada semua lelaki. Matsumi melahirkan anak perempuan cantik perpaduan putih dan cantiknya Matsumi dengan mata lebar pribumi. Anak tersebut diberi nama Kaguya. Sejak itu, uang tabungan Matsumi mulai menipis sehingga dia meminta Sujono untuk bekerja namun Sujono selalu berkelit. Dia sudah merasa nyaman hidup dengan Matsumi tanpa harus bekerja. Sujono juga hyper-protective dan sangat posesif terhadap Matsumi. Saat uang tangungan mulai menipis, Matsumi berencana untuk kembali bekerja di kelab malam, namun Sujono menolak dengan keras. Dia bilang, kecantikan Matsumi hanya untuk dia, tidak ada lelaki lain yang boleh menikmatinya.
Saat Kaguya berumur dua tahun, Hiroshima dan Nagasaki hancur karena di bom Sekutu. Semua tentara Jepang dipukul mundur oleh tentara Indonesia, bahkan tidak sedikit dari mereka yang melakukan Harakiri demi mempertahankan marabatnya sebagai orang Jepang yang tidak pernah mengenal kata Kalah. Sebagian besae orang Jepang yanv tertangkap, didata kemudian akan dipulangkan. Keadaan ini membuat Matsumi bimbang. Dia ingin sekali pulang ke Jepang, namun dia tidak bisa membawa Kaguya karena tidak mempunya surat-surat. Akhirnya dia meninggalkan rumah tanpa memberi tahu Sujono. Dia menitipkan Kaguya di sebuah Klenteng, dia berjanji akan kembali untuk mengambil Kaguya setelah keadaan sudah stabil. Sujono sudah pasti dibuat bingung dan khawatir dengan menghilangnya Kaguya dan Matsumi. Dia terus mencari berhari-hari dan tanpa sengaja menemukan Kaguya saat bermain didepan Klenteng.
Akhirnya Sujono membawa Kaguya pulang ke kamar petaknya. Dia mengganti nama Kaguya dengan Lestari, karena terlalu mencolok. Disinilah penderitaan Lestari dimulai. Hidup bersama Sulis merupakan nerakan bagi Lestari. Setiap hari dia disuruh mengerjakan pekerjaan rumah, dipukul dan dicaci-maki karen Sulis tahu Lestari adalah anak Sujono dari perempuan lain. Melihat Sujono sangat menyayangi Leatari dan terus mengacuhkan Joko, membuat Sulis tambah kesa dan terus menyiksa Lestari setiap saat. Puncak penderitaan Lestari adalah ketika dia beranjak remaja. Dia diperkosa Joko, yang sudah dia anggap kakaknya sendiri. Sejak saat itu, Sujono membawanya meninggalkan kamar petak itu dan tinggal dirumah Matsumi. Karena luka hati dan trauma yang dideritanya, Lestari memilih untuk tidak menikah. Dia menjadikan rumah Matsumi sebagai panti asuhan dan mengasuh banyak anak terlantar. Sujono sering menyebutkan Matsumi adalah cintanya yang hilang sampai akhir hayatnya.
Maya adalah salah satu anak asuh Lestari yang kuliah di Jepang dan akhirnya akan menikah dengan orang Jepang, Higashi. Saat Hogashi datang ke Surabaya dengan Ibunya, terbukalah tabir yang selama ini ditutupo ayahnya. Ibu Higashi atau lebih tepatnya, ibu angkat Higashi adalah Matsumi, ibu kandung Lestari yang selama ini dicarinya. Pertemuan ibu dan anak yang terpisah puluhan tahun ini sangat mengharukan. Berkali Matsumi meminta maaf karena telah meninggalkan Lestari. Lestari a.k.a Kaguya yang awalnya marah pada Matsumi karena meninggalkannya di usia yang sangat kecil sehingga dia harus merasakan penderitaan yang membuatnya trauma, akhirnya memaafkannya setelah mendengar keseluruhan cerita tentang orang tuanya.
Kurang lebih begitulah isi dari novel Lan Fang ini. Sejauh ini, novel Wanita Kembang Jepun ini adalah novel terberat yang pernah saya baca. Bukan karena ketebalan bukunya, melainkan karena ke-kompleks-an isinya. Novel ini menyajikan cerita melalui beberapa sudut pandang. Sudut pandang Matsumi, Sujono, Lestari bahkan Sulis. Dengan demikian kita bisa tahu kebenaran ceritanya tanpa menghakimi pihak tertentu. Setiap sudut pandang memiliki cerita masing-masing yang saling berkaitan. Ceritanya sangat detail hingga saya bisa membayangkan dengan detail pula. Latar belakang yang diambil pun asalah tempat yang sudah cukup akrab di benak saya, yaitu kawasan Kembang Jepun Surabaya. Saya biasa menyebutnya jalan Kya-Kya, karena ada gerbang yang bertuliskan "Kya-Kya" disana. Karena novel ini, sedikit banyak saya tahu apa itu geisha dan proses menjadi geisha, tentang negara Jepang yang orang-orangnya lebih memilih mati daripada menyerah atau kalah. Namun memang untuk orang yang terbiasa membaca buku-buku ringan seperti saya, novel ini menjadi tantangan yang cukup berat. Saya harus benar-benar membaca perlahan agar dapat mengerti maksud dari tiap tulisan. Lan Fang berhasil membuat novel yang sangat bagus.
Dari novel ini kita belajar, bagaimana cinta bisa membutakan seseorang, bahkan sampai mengorbankan anak. Kita harus lebih berhati-hati saat menjatuhkan hati. Jika tidak, maka akan ada Matsumi dan Sujono selanjutnya. Matsumi yang menyesal karena jatuh cinta pada lelaki yang tidak mau berusaha untuk keluarga, Sujono yang menyesal karena menyia-nyiakan berlian yang sangat berharga, yang penyesalannya dia bawa sampai ke liang lahat. Penyesalan selalu datangnya di belakang, yaiyalah kalau didepan namanya pendaftaran hahahay.
Jadi apapun yang akan kita ucapkan dan lakukan, harus kita pikirkan masak-masak dan mempertimbangkan banyak hal, terlebih lagi hal tersebut menyangkut kebahagiaan orang lain. Selalu bersyukur dengan apa yang kita punya, bahagian orang yang mencintai kita. Kesempatan tidak datang dua kali, maaf tidak bisa membuat yang pergi, datang kembali.
Comments
Post a Comment