Ini part terakhir dari rangkaian tulisan tentang jogja. Dan yang dibahas adalaaaahhh makanaaaann *tratakdumceess. Yup, selain tempat wisata, jogja juga terkenal dengan buanyak kuliner legendaris. Karena saya dan suami sama-sama doyan kuliner, akhirnya kami mengunjungi beberapa tempat makan tersebut.
1. The House of Raminten.
Rumah makan ini terkenal karena pemiliknya sangat ikonik. Sosok perempuan memakai kebaya dan kain jarik, bersanggul serta ber-tahi lalat di atas bibir kanan bernama Raminten. Namun pemilik aslinya bukan seorang wanita melainkan seorang laki-laki yang sering memerankan sosok Raminten. Raminten adalah nama tokoh yang ia perankan di acara televisi Jogja TV yang berjudul Pengkolan. Nama asli pemiliknya adalah Hamzah Sulaeman.
Rumah makan ini terdiri dari 3 lantai, saat masuk kita akan disambut resepsionis yang akan mencatat nama kita dan jumlah rombongan. Selanjutnya kita akan diminta menunggu sembari memilih menu. Diruang tunggu kita disuguhi tontonan kebudayaan jogja melalui TV lcd. Diruang tunggu juga ada 2 kereta kencana yang masing-masing diberi bunga dan kemenyan. Setelah nama kita dipanggil, kita akan diantar menuju tempat yang kosong. Setelah itu ada pelayan yang akan mencatat menu pilihan kita dan kita harus langsung bayar. Saya lupa memfoto daftar menunya karena Gie agak rewel saat itu. Kami memesan nasi, sup, ayam koteka (ini ayam cincang direbus didalam bambu ya, bukan ayam pake koteka), sate usus, sate ati ampla, sate jamur, sate telur puyuh.
Untuk minumnya kami memesan jus melon, es tape hijau susu dan es kelapa muda jumbo. Semua menu tersebut sekitar 120.000. Rasanya enak, seperti masakan pada umumnya a.k.a biasa aja hahaha. Tapi suasana dan interiornya memang kece jadi worth lah ngantri lama.
Untuk minumnya kami memesan jus melon, es tape hijau susu dan es kelapa muda jumbo. Semua menu tersebut sekitar 120.000. Rasanya enak, seperti masakan pada umumnya a.k.a biasa aja hahaha. Tapi suasana dan interiornya memang kece jadi worth lah ngantri lama.
2. Mie Ayam Ibu Tumini
Saya dan suami adalah mie ayam addict jadi bakalan kurang apdol kalau gak nyobain mie ayam yang terkenalnya gak karu-karuan ini. Dari pertama kali nonton yutuber makan mie ayam disini, saya sudah ngiler. Alhamdulillaah kemarin sempet kesini walaupun cukup jauh dari penginapan. Mie Ayam Bu Tumini ini ada di jalan Imogiri Tim no. 187 Giwangan, Umbulharjo. Dari jauh sudah terlihat buanyak sepeda motor terpakir di sisi kiri dan mobil di sisi kanan. Begitu masuk kita akan disuguhi antrian yang bikin kliyengan. Seriusan, saya belum pernah pergi ke tempat makan yang antrinya macem orang nungguin jatah raskin, bejibuuun. Setelah dapat tempat, kita langsung duduk dan sabaaar menunggu. Jadi caranya, bukan kita yang memesan menu tapi pelayannya akan membawa nampan besar berisi kira-kira 8 mangkok mie ayam biasa dan mie ayam ceker.
Nah ketika sampai di meja kita, kita langsung ambil mie ayam yang kita mau. Pun untuk minuman, pelayan akan berjalan dengan beberapa es jeruk di tangan kanan dan es teh di tangan kiri. Saya dan suami mengambil 2 mie ayam ceker dan 3 es jeruk. Kenapa es nya 3? Karena jogja panas dan didalam warungnya bu Tumini lebih panas lagi karena penuh dengan manusia kelaparan hahaha.
Rasanya enak, seriusan enak. Beda dengan mie ayam pada umumnya. Bumbu coklat ayamnya itu lho yang khas. Harganya tidak terlalu menguras kantong. Kuduu banget disamperin kalau lagi ke jogja.
Nah ketika sampai di meja kita, kita langsung ambil mie ayam yang kita mau. Pun untuk minuman, pelayan akan berjalan dengan beberapa es jeruk di tangan kanan dan es teh di tangan kiri. Saya dan suami mengambil 2 mie ayam ceker dan 3 es jeruk. Kenapa es nya 3? Karena jogja panas dan didalam warungnya bu Tumini lebih panas lagi karena penuh dengan manusia kelaparan hahaha.
Rasanya enak, seriusan enak. Beda dengan mie ayam pada umumnya. Bumbu coklat ayamnya itu lho yang khas. Harganya tidak terlalu menguras kantong. Kuduu banget disamperin kalau lagi ke jogja.
3. Gudeg Yu Djum
Makanan ini juga saya tau dari yutuber-yutuber hahaha. Gudeg yu Djum ini sudah mulai berjualan dari tahun 1950. Djum adalah nama panggilan dari pemiliknya yaitu Djuwariah. Pusatnya ada di jalan Kaliurang. Kebetulan saya makan di cabang stasiun Tugu. Ini pertama kali saya mencoba gudeg. Tiap porsi nasi gudeg terdiri dari nasi, sayur nangka, krecek, tahu tempe. Lalu kita pilih mau lauk apa. Ada paha ayam, ayam suwir, telor atau sayap.
Rasanya manis gurih. Kata suami, yang membuat gudeg ini berbeda dari yang lain adalah bumbu coklat yang disiramkan di atas sayur dan lauknya.
Harganya tidak terlalu mahal untuk rumah makan yang punya banyak cabang. Jangan lupa mampir kesini juga kalau ke jogja.
Rasanya manis gurih. Kata suami, yang membuat gudeg ini berbeda dari yang lain adalah bumbu coklat yang disiramkan di atas sayur dan lauknya.
Harganya tidak terlalu mahal untuk rumah makan yang punya banyak cabang. Jangan lupa mampir kesini juga kalau ke jogja.
"lho 2 hari di jogja, makannya cuma 3 kali?" yakalii buk, busui macem saya makannya segitu, gak mungkin lah hahaha. Selain 3 tempat di atas, kami lebih sering makan di penginapan dengan memesan makanan secara online. Grabfood, gofood, mainkaaaaann hahaha.
Tiga rumah makan legendaris ini menurut saya wajib didatangi kalau ke jogja. Bukan cuma membeli rasa tapi juga sensasinya. Sensasi makan ditemani bau kemenyan plus musik gamelan ala Raminten, sensasi ngantri sampe mabok di bu Tumini atau sensasi nunggu lama karena stok gudeg masih dijalan ala yu Djum cabang stasiun tugu. Tapi semuanya bener-bener worth untuk didatengin dan ditunggu, gak bakal nyesel. Dijamin.
Sekian cerita dari jogja, sekali lagi semoga menginspirasi bukan cuma ngimingi.
Salam sayang, ibuk Gie.
Comments
Post a Comment