Skip to main content

Destinasi Wisata Jogja [part 2]


Banyak destinasi wisata menarik di jogja, dan kami sudah mengunjungi beberapa. Kami tidak menggunakan jasa agen travel karena kami merasa lebih bebas kalau berangkat sendiri. Kami juga punya bayi yang pasti akan lebih riweh saat persiapan sebelum berangkat jadi dapat dipastikan kami tidak dapat mengikuti jadwal. Lagipula berangkat sendiri lebih hemat bagi kami haha. Berikut adalah beberapa tempat legendaris yang kami datangi di jogja.

1. Malioboro
Malioboro adalah tempat yang wajib dikunjungi saat ke jogja. Kami berangkat dari penginapan menggunakan grabcar dan diturunkan di sebelah rel kereta api. Lalu kami berjalan menyusuri jalan Malioboro. Di kanan jalan penuh dengan penjual yang menjual berbagai macam oleh-oleh khas jogja. Mulai dari kaos, blankon, tas, gantungan kunci dan sandal. Saya sempat membeli beberapa kaos untuk Gie dan ayahnya. "Lha ibuknya Gie ndak beli?" Aslinya kepingin, tapi apa daya ndak ada kaos yang busui-able, jadi saya puasa belanja dulu hihi. Di sisi kiri jalan, banyak sekali penjual makanan. Ada gudeg, soto, bakso, nasi pecel, es teh, es campur. Jadi setelah capek putar-putar di sebelah kanan, kita tinggal nyebrang untuk mengisi perut disebelah kiri.


2. Candi Prambanan
Kami mengunjungi candi prambanan di malam hari. Karena kebetulan kami juga menghadiri Prambanan Jazz Festival. Festival jazz yang diadakan setahun sekali selama tiga hari ini, kereeen gilaaa. Awalnya saya kira suara musiknya akan terdengar sampai ke jalan raya. Yaa kelas nasional pasti sound nya keras banget kan, dangdutan nikahan harus aja kedengeran sampai gang depan, apalagi ini. Tapi nyatanya sampai kami memarkir sepeda motor, kami tidak mendengar suara apapun. Saya sampai mbatin, apa acaranya ndak jadi ya, atau wes buyar. Ternyata acara masih berlangsung. Penataan sound yang ciamik. Cuma mencakup radius beberapa ratus meter saja. Jadi yang gak beli tiket cuma denger suara takdestakdes aja dari luar hahaha. Meskipun begitu, soundnya gak bikin kaget, buktinya Gie anteng aja tidur meskipun ada suara menggelegar disekitarnya. Kami kesana pas hari ke 2, kebagian nonton Maliq and d'essentials juga Yovie.
SUMPAH MEREKA KEREN BANGET. Maaf capslock sampai jebol. Bukan cuma pengisi acaranya, tapi seluruuuhh tetek bengeknya keren, termasuk penontonnya. No sampah berserakan penontonnya duduk anteng di rumput yang bersih, no joget-joget ndak jelas bentur sana sini. Yaiyalah kan konser jazz bukan dangdut buk hahai. Walaupun ini acara konser musik tapi tetep aman dan nyaman buat bayi. Banyak yang datang bawa bayi dan anak juga.
Semoga tahun depan jodoh ketemu lagi sama Prambanan Jazz Festival. Dan candi prambanannya dong, cantik banget ternyata kalau malem. Ada spotlight manjaah gimana gituh. Pokoknya keren sekali.


3. Taman Sari
Hari ke 2 kami ke taman sari pake sepeda motor lengkap dengan stroller. Kami benar-benar lupa (kalau saya emang aslinya gak tau haha) kalau taman sari itu penuh dengan anak tangga naik turun belok kanan kiri. Jadi strollernya lebih banyak dijinjing daripada dipakai. Ekspektasi saya bisa foto dengan background keren macem orang-orang tapi ternyata realitanya tidak semudah itu ferguso. Pengunjungnya buanyak dan gak ada yang mau antri. Ada beberapa yang menggunakan guide untuk bisa leluasa berfoto dan mendapat penjelasan tentang sejarah tempat tersebut. Saya mah nguping aja hahaha.
Yang paling ikoning adalah sumur Gumuling. Sumur bawah tanah yang konon datanya dulu digunakan untuk tempat berwudhu. Diatasnya ada satu petak yang biasanya dijadikan tempat mengumandangkan adzan yang disekelilingnya dihubungkan oleh 5 arah anak tangga yang melambangkan 5 rukun islam. Disumur ini, pengunjung semakin tidak terkendali. Mereka semua ingin berfoto di tempat tersebut tetapi tidak ada yang mau antri, semua ingin berlama-lama di atas, jadi fotonya macam orang lagi arisan gitu.

Kami hanya mengunjungi 3 lokasi ini saja karena mengingat kami punya bayi yang tidak bisa seharian ada diluar terus. Selesai makan siang, kami selalu kembali ke penginapan untuk beristirahat dan melanjutkan di sore atau malam hari. Kami juga sempat melewati alun-alun selatan saat keluar dari taman sari, tetapi kami tidak berhenti karena cuaca sedang hot-hot potato. Kami hanya memutarinya macam orang lagi tawaf, lalu pulang.

Memang hanya sedikit destinasi yang kami datangi, tapi kami puas dan bangga karena tidak memaksakan kehendak untuk mendatangi semua tempat wisata. Sedikit namun berkualitas dan tidka terburu-buru. Next time kalau ada rejeki ke jogja lagi, kami aka explore tempat-tempat lain. Atau ada diantara pembaca yang mau ke jogja dan butuh teman, monggo, Gie (sepaket dengan ayah ibuknya) siap menemani.

Semoga tulisan ini bisa menjadi referensi dan gak cuma ngiming-ngimingi saja. Semoga yang membaca tulisan ini diberi rejeki oleh Allah untuk bisa ke jogja juga, aamiin.
Salam sayang, ibuk Gie.

Comments

Popular posts from this blog

[Resensi] Jemima J (Jane Green) : Langsing bukan segala-galanya.

Setiap wanita itu cantik, terlepas dari ukuran baju, berat badan, tinggi badan, warna kulit dan sebagainya. Hanya saja terkadang lingkungan yang memasang kriteria khusus untuk dipanggil cantik, seperti harus langsing, mulus, rambut panjang dan lurus. Sehingga banyak wanita berlomba untuk menjadi langsing demi bisa masuk ke dalam kotak yang dilabeli "CANTIK" oleh sekitarnya. Maka akan ada wanita-wanita yang menjadi minder, tidak percaya diri karena tubuh mereka lebih berisi. Salah satunya adalah JJ alias Jemima Jones, yang ada dalam novel chicklit karangan Jane Green. Jemima Jones adalah wanita berumur 27 tahun yang bekerja sebagai jurnalis di Kilburn Herald, salah satu koran lokal di Inggris. Jemima Jones atau yang selanjutnya akan kita panggil JJ memiliki berat badan sekitar 120 kg. Hal ini yang membuatnya hampir setiap hari selalu bertekad untuk diet namun selalu kalah oleh sebatang cokelat atau sebungkus sandwich bacon favoritnya. JJ selalu berkhayal memiliki ba...

[Resensi] Jendela-Jendela (Fira Basuki): Aku, Kamu dan Jendela

Menjalani kehidupan rumah tangga memang tidak selalu mudah dan indah seperti di dongeng-dongeng. Ada kalanya kita merasa sangat bahagia, ada pula saat dimana kita merasa lelah dan tidak berdaya menghadapi persoalan hidup yang tak kunjung usai. Namun kita harus terus berusaha, berdoa kepada Tuhan agar semua masalah dapt terselesaikan dengan baik. Mungkin hal ini yang ingin diungkapkan Fira Basuki dalam bukunya yang berjudul "Jendela-Jendela". Buku yang pertama kali diterbitkan tahun 2001 ini memiliki 154 halaman. Ini juga adalah buku pertama yang akan saya resensi. Deg-deg an sih. Karena basically saya bukan orang sastra ataupun paham tentang hal-hal seperti ini. Namun saya ingin memberikan resensi dari sudut pandang saya sebagai orang awam yang (berusaha) suka dan rajin membaca. Biar agak pinter dikit hihi. Oke let's start. June Larasati Subagio adalah wanita Indonesia yang menikah dengan lelaki Tibet bernama Jigme Tshering di tahun 1997 . Jigme adalah lelaki ya...

Jealous

Katanya cemburu itu tanda cinta, tanda sayang tapi kadang cemburu juga bisa bikin orang yang kita cintai merasa tertekan, terkekang dan tidak nyaman. Dulu saya adalah wanita pencemburu, sangat pencemburu, sampai sekarang sih sebenarnya tapi sekarang saya sudah mulai bisa mengontrolnya dengan baik. Sebelum menikah dengan suami, kami menjalani hubungan jarak jauh yang membuat kami jarang sekali bertemu. Paling cepat mungkin sebulan sekali. Hal ini memaksa saya untuk belajar mengontrol cemburu. Saya sering sekali overthinking. Entahlah wanita lain mengalami juga atau tidak tapi rasanya sangat tidak nyaman, tidak tenang dan khawatir saat tahu suami berinteraksi dengan wanita lain. Padahal kan itu wajar. Walaupun berpacaran atau sudah menikah kan kita tidak lantas memutus hubungan dengan semua lawan jenis. Semua hal ini saya pendam sendiri yang akhirnya membuat saya galau, sedih, muring-muring ndak jelas, selalu marah-marah hingga membuat orang disekitar juga ikutan emosi. Lalu ...