Skip to main content

Keluarga

Harta yang paling berharga adalah keluarga
Istana yang paling indah adalah keluarga
Puisi yang paling bermakna adalah keluarga
Mutiara tiada tara adalah keluarga

Generasi 90-an pasti tidak asing dengan lagu ini. Lagu OST. Keluarga cemara yang sejak dulu sudah sering saya nyanyikan sambil nonton bagaimana emak, abah serta ketiga anak perempuannya menjalani hidup yang tidak mudah namun selalu bahagia. Saya masih ingat salah satu anak (saya lupa namanya) sampai rela digunduli demi mendapat uang untuk membantu perekonomian keluarga. Jujur, saya sering mewek saat menonton sinetron tersebut. Semua kejadian di sinetron tersebut berhasil meeluluhkan hati penonton. Dulu saya hanya bernyanyi lagu tersebut tanpa mengerti maknanya. Saat ini saya sangat mengerti makna lagu keluarga cemara tersebut, saat saya menjadi orang tua.

Dulu saat menonton sinetron keluarga cemara, saya selalu merasa para pemainnya terlalu berlebihan, seakan-akan mereka keluarga yang paling tersiksa kemudian mereka menjadi bijaksana lalu bahagia. Mana mungkin sebegitu soro-nya menjadi orang tua, sehingga harus mengorbankan segalanya demi kebahagiaan keluarga. Yaiyalah pasti begitu, karena memang skenarionya diatur seperti itu. Namun sekarang saya tahu bahwa itu semua tidak berlebihan dan memang begitu adanya.Menjadi orang tua, membuat saya tidak lagi memikirkan kepentingan diri sendiri. Semuanya untuk anak, untuk kebahagiaan anak. 

Sekarang Gie sudah hampir berumur 2 bulan, sudah mulai memiliki jadwal tidur yang tetap, lebih anteng dan sudah mulai bisa diajak berkomunikasi walaupun dia hanya menjawab dengan "au au" atau hanya senyuman. Sayapun sudah tidak lagi mengalami baby blues ataupun postpartum depression sehingga bisa lebih happy dan fokus saat mengasuh Gie. Akhir-akhir ini saya masih sering menangis, tapi bukan karena baby blues, melainkan karena merasa sangat bahagia, merasa sangat beruntung karena dititipi bayi seunyuk Gie dan suami sebaik dan sesabar mas Fathul. Suami sering membantu mengasuh Gie saat weekend. Beliau menggendong, menidurkan, mengganti popok bahkan bisa memandikan Gie dengan baik. Saya sangat terbantu. Itulah mengapa saya sangat bahagia saat weekend tiba. I feel complete. Ada ayah, ibuk dan Gie. Saya tidak butuh apa-apa lagi. Bahkan hanya melihat ekspresi Gie ngeden saya bahagia dan merasa sangat bersyukur memilikinya. Dari situ saya menyadari bahwa memang harta yang paling berharga adalah keluarga. Saya sudah tidak memikirkan bagaimana bentuk badan, yang saya tahu, saya harus makan bergizi dan kenyang agar kebutuhan ASI Gie terpenuhi. Saya tidak peduli kalau setiap hari harus memakai daster yang tidak fashionable, asal Gie nyaman bersama saya. Saya tetap begadang walaupun badan gresges dan kepala mulai kliyengan demi menyusui Gie saat malam. Saya sering tidak mandi atau menahan sakit perut demi menjaga Gie saat dirumah tidak ada orang lain. Ayahnya rela bolak balik Malang - Bangkalan demi bertemu Gie (dan ibuknya hihi). Belum habis capek, ayahnya juga membantu saya begadang saat Gie rewel. Semua kami lakukan demi Gie dan akan terus begitu.

Duh kan mesti mbulet kalo saya nulis. Muter-muter kesana kemari hihi. Maklum, pas nulis dengan tema beginian, emosi ibuk-ibuk kadang susah dikontrol, jadi nulis seadanya dalam pikiran. Saya hanya ingin berbagi kebahagiaan yang mungkin sebenarnya semua orang juga merasakan hal yang sama. Juga sebagai pengingat kalau-kalau suatu saat saya kembali merasa lelah menjalani hidup (cielah gaya). Dengan membaca kembali tulisan ini, saya akan kembali diingatkan betapa saya harus selalu bersyukur karena sesuatu yang sangat besar yang Allah berikan pada saya bernama keluarga.


Comments

Popular posts from this blog

[Resensi] Jemima J (Jane Green) : Langsing bukan segala-galanya.

Setiap wanita itu cantik, terlepas dari ukuran baju, berat badan, tinggi badan, warna kulit dan sebagainya. Hanya saja terkadang lingkungan yang memasang kriteria khusus untuk dipanggil cantik, seperti harus langsing, mulus, rambut panjang dan lurus. Sehingga banyak wanita berlomba untuk menjadi langsing demi bisa masuk ke dalam kotak yang dilabeli "CANTIK" oleh sekitarnya. Maka akan ada wanita-wanita yang menjadi minder, tidak percaya diri karena tubuh mereka lebih berisi. Salah satunya adalah JJ alias Jemima Jones, yang ada dalam novel chicklit karangan Jane Green. Jemima Jones adalah wanita berumur 27 tahun yang bekerja sebagai jurnalis di Kilburn Herald, salah satu koran lokal di Inggris. Jemima Jones atau yang selanjutnya akan kita panggil JJ memiliki berat badan sekitar 120 kg. Hal ini yang membuatnya hampir setiap hari selalu bertekad untuk diet namun selalu kalah oleh sebatang cokelat atau sebungkus sandwich bacon favoritnya. JJ selalu berkhayal memiliki ba...

[Resensi] Jendela-Jendela (Fira Basuki): Aku, Kamu dan Jendela

Menjalani kehidupan rumah tangga memang tidak selalu mudah dan indah seperti di dongeng-dongeng. Ada kalanya kita merasa sangat bahagia, ada pula saat dimana kita merasa lelah dan tidak berdaya menghadapi persoalan hidup yang tak kunjung usai. Namun kita harus terus berusaha, berdoa kepada Tuhan agar semua masalah dapt terselesaikan dengan baik. Mungkin hal ini yang ingin diungkapkan Fira Basuki dalam bukunya yang berjudul "Jendela-Jendela". Buku yang pertama kali diterbitkan tahun 2001 ini memiliki 154 halaman. Ini juga adalah buku pertama yang akan saya resensi. Deg-deg an sih. Karena basically saya bukan orang sastra ataupun paham tentang hal-hal seperti ini. Namun saya ingin memberikan resensi dari sudut pandang saya sebagai orang awam yang (berusaha) suka dan rajin membaca. Biar agak pinter dikit hihi. Oke let's start. June Larasati Subagio adalah wanita Indonesia yang menikah dengan lelaki Tibet bernama Jigme Tshering di tahun 1997 . Jigme adalah lelaki ya...

Jealous

Katanya cemburu itu tanda cinta, tanda sayang tapi kadang cemburu juga bisa bikin orang yang kita cintai merasa tertekan, terkekang dan tidak nyaman. Dulu saya adalah wanita pencemburu, sangat pencemburu, sampai sekarang sih sebenarnya tapi sekarang saya sudah mulai bisa mengontrolnya dengan baik. Sebelum menikah dengan suami, kami menjalani hubungan jarak jauh yang membuat kami jarang sekali bertemu. Paling cepat mungkin sebulan sekali. Hal ini memaksa saya untuk belajar mengontrol cemburu. Saya sering sekali overthinking. Entahlah wanita lain mengalami juga atau tidak tapi rasanya sangat tidak nyaman, tidak tenang dan khawatir saat tahu suami berinteraksi dengan wanita lain. Padahal kan itu wajar. Walaupun berpacaran atau sudah menikah kan kita tidak lantas memutus hubungan dengan semua lawan jenis. Semua hal ini saya pendam sendiri yang akhirnya membuat saya galau, sedih, muring-muring ndak jelas, selalu marah-marah hingga membuat orang disekitar juga ikutan emosi. Lalu ...