Skip to main content

Babymoon


Pantai Taman Ayu
Hallo, akhirnya kembali menulis lagi setelah hampir 5 bulan dilanda rasa malas yang tak berkesudahan. Mungkin bawaan bayi atau mungkin memang saya yang tambah malas sejak hamil. Kali ini saya ingin sedikit bercerita tentang Babymoon yang baru saja saya dan kangmas lakukan. Sebenarnya babymoon itu jalan-jalan/traveling biasa tapi dilakukan oleh ibu hamil. Babymoon memberikan dampak yang baik bukan hanya untuk calon ibu, tetapi juga untuk si bayi dan calon ayah. Dengan babymoon, memberi kesempatan quality time bersama suami dengan ikatan yang lebih kuat karena ada bayi di dalam perut ibu. Itu akan tercipta hubungan yang harmonis. Secara psikologis, jika ibu happy maka bayinya juga happy. Babymoon memberikan energi postif ke ibu dan juga kepada bayinya. Namun sebelum melakukan perjalanan, ada baiknya ibu melakukan pemeriksaan ke dokter kandungan, untuk memastikan ibu dan janin dalam keadaan baik dan memungkinkan untuk melakukan babymoon. Lokasi traveling, kendaraan bahkan baju dan sepatu harus dipilih dengan seksama agar bumil tetap nyaman. (https://m.detik.com/travel/travel-news/d-3187814/hai-ibu-hamil-ini-lho-manfaat-babymoon-menurut-dokter)

Pilihan lokasi babymoon yang saya dan kangmas pilih tak lain dan tak bukan adalah pantai. Karena memang saya suka pantai dan masih terlalu banyak pantai cantik yang terlalu sayang untuk dilewatkan, ihiiiy. Setelah menyeleksi beberapa pantai di daerah Malang Selatan, juga mempertimbangkan akses jalan dan fasilitasnya, kami memilih Pantai Nganteb.
Pantai Nganteb
Pantai ini berada di dusun Sukorejo, desa Tumpakrejo, kecamatan Gedangan, kabupaten Malang. Kami berangkat sabtu siang kira-kira jam 11 menggunakan sepeda motor. Menurut Google Map, kami akan sampai disana 3 jam kemudian. Namun karena kami sering berhenti di jalan untuk makan dan istirahat (maklum penumpangnya bumil yang gampang capek) serta memilih Jalan Lingkar Selatan (JLS) yang tidak terdekteksi Gmap, kami sampai 4 jam kemudian. Kangmas sengaja memilih JLS karena jalurnya lebih sepi dan akses menuju pantainya lebih mudah.

Setelah memasuki gapura Pantai Nganteb, kami dihadapkan pada jalan yang berbatu, namun hanya beberapa meter saja, karena sebenarnya separuh dari akses jalan tersebut sudah dilapisi lapisan cor baja. Jadi kalau teman-teman mengunjungi pantai Nganteb minggu depan, kemungkinan akses jalan dari pintu gerbang ke pantai sudah sepenuhnya baru dan layak. Sampai di loket kami membeli tiket. Harganya sama dengan harga tiket di pantai lainnya yaitu Rp. 10.000/orang ditambah biaya parkir Rp. 10.000 jadi totalnya Rp. 30.000. Kemudian kami menanyakan kepada penjaga loket tentang fasilitas penginapan. Pak petugas loket langsung garcep dan bersemangat menuntun kami ke penginapan. Ternyata ada lumayan bayak penginapan di sana dengan harga yang bervariasi. Kami diantar ke penginapan yang cukup bagus dengan tarif Rp. 150.000/malam.
Nama penginapannya adalah Penginapan Ok Melati. Fasilitasnya termasuk lengkap. Ada kasur, meja dan kursi serta kamar mandi dalam yang cukup bersih. Jangan kaget ketika kiita cuci muka atau sikat gigi aka terasa agak asin, karena memang di penginapan-penginapan tersebut menggunakan air payau. Selain banyak penginapan, disana juga banyak sekali warung yang berjualan cemilan, air hingga makanan berat.
Oiya penginapan yang saya tempati ini berada tepat di depan pantai Taman Ayu. Hah? Kok Taman Ayu? Bukannya Nganteb?. Sebenarnya menurut saya sama saja, dua pantai ini hanya terpisah satu bukit dan warga sekitar langsung memanfaatkan keadaan ini dengan memberikan nama laiin untuk pantai yang terpisah. Baik Nganteb ataupun Taman Ayu memiliki karakteristik yang sama persis, yaitu pasir two-tone krem dan sedikit hitam, ombak yang besar serta lingkungan yang bersih. Hanya saja garis pantai Taman Ayu tidak sepanjang milik Nganteb. Nganteb juga lebih ramai pengunjung, sedang Taman Ayu masih sangat sepi. Kami merasa memiliki pantai pribadi saat berada di Taman Ayu. Saya pernah membaca artikel bahwa pantai Nganteb termasuk pantai yang masih perawan dan bersih. Ternyata memang benar begitu adanya. Setiap pagi dan sore hari, warga sekitar membersihkan semua sampah, termasuk daun yang berguguran. Mereka juga menyebar banyak tempat sampah yang akan dibersihkan setiap pagi oleh petugas khusus. Selama berada di sana, baik di pantai Nganteb maupun Taman Ayu, saya tidak melihat satupun sampah yang berserakan. Keren sekali.

Untuk masalah makan, kami memilih satu dari sekian banyak warung yang berjajar di sekitar pantai Nganteb. Menu utama yang mereka jual di setiap warung hampir sama, yaitu ikan bakar, pecel, lalapan ayam dan es degan, jadi warung manapun yang kami pilih, sama saja. Sebenarnya saya agak ragu makan di warung-warung di tempat pariwisata, karena takut harganya gak masuk akal dan rasanya kurang enak. Tapi ternyata harganya sama saja dengan harga lalapan di kota Batu. Para penjual tidak mematok harga yang tinggi. Satu lagi nilai plus untuk mereka. Yaitu tersedianya banyak toilet umum. Mungkin bagi beberapa orang, hal ini tidak terlalu penting tapi bagi manusia macem saya, yang lebih baik gak makan daripada gak pipis, hal ini amat sangat membahagiakan. Jadi kita tidak perlu repot-repot mencari toilet.

Selain pantainya, disana juga terkenal dengan wisata religi, yaitu Petilasan Mbah Nganteb, Pohon Kenangan dan goa untuk bertapa. Disana juga ada sebuah masjid yang cukup megah. Banyak orang yang datang kesana untuk sekedar nyekar atau bahkan bertapa. Saat malam hari, saya melihat beberapa orang berpakaian serba hitam baru selesei menuruni bukit untuk bertapa. Hal ini menjadi pemandangan biasa bagi warga sekitar, namun tidak bagi saya. Saya yang saat itu sedang nongkrong di warung kopi depan penginapan, langsung parno dan segera masuk ke kamar untuk beristirahat.

Keesokan harinya, saya dan kangmas menggelar tikar di tepi pantai Taman Ayu kemudian merebus air untuk membuat kopi. Sembari menunggu air mendidih, kami berjalan menyusuri gari pantai sambil sesekali berfoto. Oke, bukan sesekali, tapi berkali-berkali mengambil gambar sebagai kenangan hihi. Setelah itu kami menghabiskan banyak waktu dengan duduk sambil minum kopi dan memperhatikan ombak-ombak besar yang pecah di bibir pantai. Rasanya damaaaiii sekali.

Pada Desember tahun lalu saya sudah mengunjungi beberapa pantai Malang Selatan, namun jujur, baru kali ini saya merasa sangat bahagia. Karena saya bisa main sepuasnya di pantai berpasir lembut, walaupun agak ngeri dengan ombaknya yang besar. Apalagi ketika di pantai Taman Ayu. Garis pantai yang tidak terlalu panjang, membuat saya dan kangmas bisa menjelajah ke semua penjuru. Dan benar-benar hanya ada kami berdua di pantai itu, berasa di private beach. Rasanya ingin ada di sana seharian, namun apa daya punggung bumil encok kalau terlalu lama duduk atau berdiri.  Tapi saya sangat menikmati trip kali ini, saya bisa bermain pasir dan kejar-kejaran dengan ombak tanpa harus merasakan sakitnya kaki tetusuk pasir tajam atau karang seperti di pantai Batu Bengkung. Saya bisa berfoto sesuka hati tanpa harus terganggu karena ramai pengunjung sepert di pantai Goa Cina atau Balekambang. Benar-benar babymoon yang menyenangkan.

Kami kembali ke kota Batu pada hari minggu jam 10 pagi. Agak berat hati saya untuk meninggalkan pantai pribadi yang begitu cantik tapi saya harus kembali pada kenyataan bahwa besok kangmas harus mulai bekerja dan saya tdak boleh terlalu capek. Walaupun begitu, saya merasa sangat bahagia, dalam keadaan hamil yang sudah lumayan besar ini, masih diberi kesempatan untuk menikmati keindahan pantai Nganteb. Dear kangmas, terimakasih karena sudah mengajak istrinya babymoon walaupun saya sadar, saya sering menguji kesabaran kangmas selama traveling. Selama dijalan sering minta berhenti untuk makan, buang air kecil atau sekedar melepas lelah dengan berhenti di pinggir jalan. I love you more than anything (untuk sekarang, ntahlah nanti kalo anaknya udh lahir hihi). Dear teman-teman, terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membaca tulisan absurd ini. Doakan saya tidak malas untuk terus menulis dan akan saya doakan teman-teman tidak malas untuk membaca. Sampai jumpa di tulisan selanjutnya yaa.

Comments

Popular posts from this blog

[Resensi] Jemima J (Jane Green) : Langsing bukan segala-galanya.

Setiap wanita itu cantik, terlepas dari ukuran baju, berat badan, tinggi badan, warna kulit dan sebagainya. Hanya saja terkadang lingkungan yang memasang kriteria khusus untuk dipanggil cantik, seperti harus langsing, mulus, rambut panjang dan lurus. Sehingga banyak wanita berlomba untuk menjadi langsing demi bisa masuk ke dalam kotak yang dilabeli "CANTIK" oleh sekitarnya. Maka akan ada wanita-wanita yang menjadi minder, tidak percaya diri karena tubuh mereka lebih berisi. Salah satunya adalah JJ alias Jemima Jones, yang ada dalam novel chicklit karangan Jane Green. Jemima Jones adalah wanita berumur 27 tahun yang bekerja sebagai jurnalis di Kilburn Herald, salah satu koran lokal di Inggris. Jemima Jones atau yang selanjutnya akan kita panggil JJ memiliki berat badan sekitar 120 kg. Hal ini yang membuatnya hampir setiap hari selalu bertekad untuk diet namun selalu kalah oleh sebatang cokelat atau sebungkus sandwich bacon favoritnya. JJ selalu berkhayal memiliki ba...

[Resensi] Jendela-Jendela (Fira Basuki): Aku, Kamu dan Jendela

Menjalani kehidupan rumah tangga memang tidak selalu mudah dan indah seperti di dongeng-dongeng. Ada kalanya kita merasa sangat bahagia, ada pula saat dimana kita merasa lelah dan tidak berdaya menghadapi persoalan hidup yang tak kunjung usai. Namun kita harus terus berusaha, berdoa kepada Tuhan agar semua masalah dapt terselesaikan dengan baik. Mungkin hal ini yang ingin diungkapkan Fira Basuki dalam bukunya yang berjudul "Jendela-Jendela". Buku yang pertama kali diterbitkan tahun 2001 ini memiliki 154 halaman. Ini juga adalah buku pertama yang akan saya resensi. Deg-deg an sih. Karena basically saya bukan orang sastra ataupun paham tentang hal-hal seperti ini. Namun saya ingin memberikan resensi dari sudut pandang saya sebagai orang awam yang (berusaha) suka dan rajin membaca. Biar agak pinter dikit hihi. Oke let's start. June Larasati Subagio adalah wanita Indonesia yang menikah dengan lelaki Tibet bernama Jigme Tshering di tahun 1997 . Jigme adalah lelaki ya...

Jealous

Katanya cemburu itu tanda cinta, tanda sayang tapi kadang cemburu juga bisa bikin orang yang kita cintai merasa tertekan, terkekang dan tidak nyaman. Dulu saya adalah wanita pencemburu, sangat pencemburu, sampai sekarang sih sebenarnya tapi sekarang saya sudah mulai bisa mengontrolnya dengan baik. Sebelum menikah dengan suami, kami menjalani hubungan jarak jauh yang membuat kami jarang sekali bertemu. Paling cepat mungkin sebulan sekali. Hal ini memaksa saya untuk belajar mengontrol cemburu. Saya sering sekali overthinking. Entahlah wanita lain mengalami juga atau tidak tapi rasanya sangat tidak nyaman, tidak tenang dan khawatir saat tahu suami berinteraksi dengan wanita lain. Padahal kan itu wajar. Walaupun berpacaran atau sudah menikah kan kita tidak lantas memutus hubungan dengan semua lawan jenis. Semua hal ini saya pendam sendiri yang akhirnya membuat saya galau, sedih, muring-muring ndak jelas, selalu marah-marah hingga membuat orang disekitar juga ikutan emosi. Lalu ...