Skip to main content

Bridezilla

Source: Google
Semakin mendekati hari pernikahan, pre-wedding blues saya semakin parah. Banyak persiapan yang sudah rampung tapi saya merasa masih banyak yang belum siap. Bahkan saya selalu merasa tidak puas dengan hasil dari semua usaha saya. Kemarin saya dan calon suami mengunjungi salon untuk fitting baju. Saya yang percaya diri dengan berat badan yang sudah turun, harus merasa kecewa karena meskipun saya sudah merasa lebih ramping, tetap saja kebaya yang ingin saya pakai tidak muat. Entah saya yang memang masih sangat gendut atau memang kebaya disana khusus untuk typical wanita cantik versi Indonesia: tinggi dan sangat kurus. Kesal, kecewa, ingin marah tapi tidah tahu harus marah ke siapa. Saya terlalu banyak berangan-angan indah tentang pernikahan, sehingga akhirnya harus sedikit kecewa ketika realita tidak sesuai dengan ekspektasi saya. Yang lebih mengecewakan lagi, ketika orang-orang menyalahkan saya untuk segala hal yang tidak berjalan sesuai dengan keinginan mereka. Undngan kurang okelah, font nya kurang besarlah, fotonya kurang baguslah, saya kurang kuruslah, saya kurang usahalah. Harusnya mereka sadar, saya yang akan menikah jadi, sudah dapat dipastikan saya akan mengusahakan persiapan yang terbaik. Tetapi kalau hasilnya tidak sesuai ekspektasi, saya bisa apa?. Mereka bersikap seakan-akan itu salah saya, seakan-akan saya sengaja tidak berusaha dengan baik agar hasilnya tidak bagus. Seakan-akan semua orang berhak menghakimi saya atas sesuatu yang sama sekali bukan kehendak saya. 
Saat ini saya sangat muak dengan urusan kebaya dan model kerudung. Rasanya mau memakai kebaya apa saja dan model kerudung seperti apapun, saya akan tetap terlihat jelek dan gendut. Rasanya saya ingin menikah dengan mengenakan gamis dan kerudung yang biasa saya pakai untuk kuliah saja. Kenyataan ini semakin membuat saya tersudut karena pada awalnya memang saya yang ingin memakai jasa salon tersebut. Karena memang hasil polesan make-up nya bagus, tetapi saya sama sekali tidak berfikir bahwa koleksi kebaya mereka tidak untuk wanita-wanita bertubuh bongsor. Awalnya saya biasa saja, karena sudah terbiasa dengan keadaan dimana orang "berisi" selalu dinomorduakan. Tetapi kali ini situasinya berbeda. Saya menjadi sangat sensitif mengenai masalah bentuk tubuh. Sebelum ini saya bisa berjalan dengan bangga karena setiap bertemu dengan kawan, mereka selalu bilang "uwa diet ya? Ciye yang mau nikah udah kurusan". And now?. Rasanya ingin nangis kalau ada yang bilang saya kurusan. Saya merasa saya tidak layak bermimpi terlalu tinggi untuk mengenakan ini itu di hari pernikahan saya. Mungkin memang seharusnya saya tidak muluk-muluk dari awal sehingga sekarang tidak harus seperti ini.
Sebenarnya bagian inti dari pernikahan adalah hidup bahagia selamanya, bukan kebayanya, bukan undngannya. Kadang saya sadar tentang hal itu, namun kadang juga kewarasan saya hilang ketika mendengar omongan orang-orang. Saya sudah berusaha, sekarang waktunya saya berdoa dan pasrah. Terserah Allah. Allah pasti memberi yang terbaik.
Nulis begini, kesannya kayak saya orang lebay yang suka ngeluh ya hahaha. Saya nulis ini biar plong, biar perasaan saya agak lega. Sekalian nyari temen, mungkin ada juga bride to-be yang ngerasa kayak saya hihi. Saya sih yakin semua calon pengantin pasti mengalami hal ini juga, walaupun kadar stresnya berbeda. Oiya, jangan salah sangka ya. Bukan berarti saya nulis begini, saya tidak bahagia. Saya bahagia, sungguh, sangat bahagia mengingat sebentar lagi saya akan memulai hidup baru dengan seseorang yang insyaAllah sudah diridhoi Allah dan kedua orang tua saya. Hanya saja mental saya belum terlalu kuat menahan serangan omongan orang, ditambah lagi keadaan saya yang lelah lahir batin menyiapkan pernikahan membuat saya menjadi sangat sensitif.
Aaah sudahlaaaaah. Kalau tidak segera diseleseikan, tulisan ini pasti bablas kemana-mana. Terimakasih yang sudah membaca, mari kita saling mendoakan agar diberi kekuatan untuk melewati semua ujian dalam hidup dan selalu bahagia.

Comments

Popular posts from this blog

[Resensi] Jemima J (Jane Green) : Langsing bukan segala-galanya.

Setiap wanita itu cantik, terlepas dari ukuran baju, berat badan, tinggi badan, warna kulit dan sebagainya. Hanya saja terkadang lingkungan yang memasang kriteria khusus untuk dipanggil cantik, seperti harus langsing, mulus, rambut panjang dan lurus. Sehingga banyak wanita berlomba untuk menjadi langsing demi bisa masuk ke dalam kotak yang dilabeli "CANTIK" oleh sekitarnya. Maka akan ada wanita-wanita yang menjadi minder, tidak percaya diri karena tubuh mereka lebih berisi. Salah satunya adalah JJ alias Jemima Jones, yang ada dalam novel chicklit karangan Jane Green. Jemima Jones adalah wanita berumur 27 tahun yang bekerja sebagai jurnalis di Kilburn Herald, salah satu koran lokal di Inggris. Jemima Jones atau yang selanjutnya akan kita panggil JJ memiliki berat badan sekitar 120 kg. Hal ini yang membuatnya hampir setiap hari selalu bertekad untuk diet namun selalu kalah oleh sebatang cokelat atau sebungkus sandwich bacon favoritnya. JJ selalu berkhayal memiliki ba...

[Resensi] Jendela-Jendela (Fira Basuki): Aku, Kamu dan Jendela

Menjalani kehidupan rumah tangga memang tidak selalu mudah dan indah seperti di dongeng-dongeng. Ada kalanya kita merasa sangat bahagia, ada pula saat dimana kita merasa lelah dan tidak berdaya menghadapi persoalan hidup yang tak kunjung usai. Namun kita harus terus berusaha, berdoa kepada Tuhan agar semua masalah dapt terselesaikan dengan baik. Mungkin hal ini yang ingin diungkapkan Fira Basuki dalam bukunya yang berjudul "Jendela-Jendela". Buku yang pertama kali diterbitkan tahun 2001 ini memiliki 154 halaman. Ini juga adalah buku pertama yang akan saya resensi. Deg-deg an sih. Karena basically saya bukan orang sastra ataupun paham tentang hal-hal seperti ini. Namun saya ingin memberikan resensi dari sudut pandang saya sebagai orang awam yang (berusaha) suka dan rajin membaca. Biar agak pinter dikit hihi. Oke let's start. June Larasati Subagio adalah wanita Indonesia yang menikah dengan lelaki Tibet bernama Jigme Tshering di tahun 1997 . Jigme adalah lelaki ya...

Jealous

Katanya cemburu itu tanda cinta, tanda sayang tapi kadang cemburu juga bisa bikin orang yang kita cintai merasa tertekan, terkekang dan tidak nyaman. Dulu saya adalah wanita pencemburu, sangat pencemburu, sampai sekarang sih sebenarnya tapi sekarang saya sudah mulai bisa mengontrolnya dengan baik. Sebelum menikah dengan suami, kami menjalani hubungan jarak jauh yang membuat kami jarang sekali bertemu. Paling cepat mungkin sebulan sekali. Hal ini memaksa saya untuk belajar mengontrol cemburu. Saya sering sekali overthinking. Entahlah wanita lain mengalami juga atau tidak tapi rasanya sangat tidak nyaman, tidak tenang dan khawatir saat tahu suami berinteraksi dengan wanita lain. Padahal kan itu wajar. Walaupun berpacaran atau sudah menikah kan kita tidak lantas memutus hubungan dengan semua lawan jenis. Semua hal ini saya pendam sendiri yang akhirnya membuat saya galau, sedih, muring-muring ndak jelas, selalu marah-marah hingga membuat orang disekitar juga ikutan emosi. Lalu ...